
Barakata.id – Beberapa waktu terakhir ini, kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, salah satunya pondok pesantren cukup tinggi. Untuk mencegah hal itu, Kementerian Agama tengah menyiapkan regulasi berbentuk Peraturan Menteri Agama (PMA).
Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani mengatakan saat ini regulasi tersebut telah mulai disusun. Kemenag juga menjaring saran dan masukan dari berbagai pihak. Termasuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
PMA itu nantinya tetap akan memperhatikan dinamika dalam Rancangan Undang-undang Rindak Pidana Kekerasan Seksual. PMA tersebut akan disusun dengan prinsip kehati-hatian. Serta memperhatikan keberagaman dan kekhasan yang ada di lembaga pendidikan keagamaan, khususnya pesantren.
Baca Juga:
- Komnas Perempuan Catat 4.898 Kekerasan Seksual Terjadi di 2020
- Memutus “Lingkaran Setan” Kekerasan dan Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak
“Semua pihak, baik personal maupun institusi, sudah saatnya sinergi untuk bersama-sama menegakkan nilai-nilai keadilan dengan mendasarkan pada pemahaman keagamaan yang moderat (tawasut) dan sesuai hukum-hukum nasional dan internasional terkait sexual violence,” ujarnya, Kamis (3/2/22), dikutip dari kemenag.go.id.
Ia mencatat, dalam beberapa tahun terakhir, ada 12 laporan terkait kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan kegamaan. Masing-masing yaitu di Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Cilacap, Kulonprogo, Bantul, Pinrang, Ogan Ilir, Lhokseumawe, Mojokerto, Jombang dan Trenggalek.
Dari kasus-kasus itu, beberapa oknum di lingkungan pesantren dilaporkan kepada pihak berwajib karena diduga melakukan tindakan asusila. Saat ini beberapa kasus diantaranya, amsih berporses dalam persidangan di pengadilan.
“Saya mengapresiasi langkah para pihak unuk melaporkan setiap peristiwa kepada pihak berwajib untuk ditindak tegas,” ujarnya.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghafur mengatakan, pihaknya telah membentuk tim kelompok kerja (pokja) untuk percepatan penanganan tindak kekerasan seksual di pesantren.
Sebagai langkah awal, Tim Pokja ini terlah menjalin kerja sama dengan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk membuat survei awal kepada komunitas pesantren.
Survei ini melibatkan 1.402 responden di 34 provinsi yang terdiri dari pengelola pendidikan keagamaan Islam, guru, santri, dosen, mahasiswa dan siswa, pemuka agama, wali santri, dan pengelola pesantren.
Baca Juga:
- Ramai Kasus Pelecehan Seksual, Puan: RUU TPKS Bisa Jadi Pelindung Korban!
- Maraknya Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak, Tak Mengenal Nama dan Usia
“Hasil survei menunjukkan responden secara umum mengetahui adanya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Mereka umumnya tahu dari berita media maupun media sosial,” terang Waryono.
Lebih dari 95 persen responden menilai pentingnya regulasi dan mekanisme khusus untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan.
Selain regulasi, dalam survei tersebut juga terdapat beberapa usulan, di antaranya penguatan bimbingan konseling dan pembentukan satuan tugas pencegahan. (asrul)