

Barakata.id, Jakarta – Kelompok buruh akan menggelar aksi demo besar-besaran pada momen satu tahun pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin. Demo akbar itu akan direncanakan berlangsung tiga hari berturut-turut yakni pada 20, 21 dan 22 Oktober 2020.
Aksi demo besar-besaran buruh yang membawa nama Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) itu akan digelar serentak di seluruh wilayah Indonesia, mulai 20 sampai 22 Oktober, tiga hari berturut-turut,” kata Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos yang juga mewakili Gebrak dalam konferensi pers secara daring, Senin (12/10/20).
“Mengapa 20 Oktober, karena momentum rezim ini dilantik,” sambung Nining.
Selain itu, lanjut dia, 20 Oktober juga menjadi momentum kelahiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja Omnibus Law yang kini telah disahkan menjadi undang-undang. Saat dilantik kembali menjadi presiden pada 20 Oktober 2019 lalu, Jokowi dalam pidatonya memang kali pertama menyampaikan gagasan terkait Omnibus Law Ciptaker ini.
“Dan ini sebagai peringatan omnibus law digagas pertama kali saat pelantikan presiden,” kata dia.
Baca Juga :
- Demo Tolak Omnibus Law di Batam: 2 Mahasiswa Diamankan, Polisi Jatuh, dan Nuryanto Diminta Turun
- Buruh Akan Demo Tiap Hari Mulai Besok, Lanjut Mogok Nasional 3 Hari
Aksi demo akbar itu, lanjut Nining, nantinya akan digelar Gebrak dan berbagai aliansi buruh serta serikat pekerja lain. Menurut dia, masyarakat saat ini telah menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintah yang baru satu tahun menjabat itu.
Apalagi setelah UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pemerintah dianggap tak lagi mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Kita sudah sampaikan sikap mosi tidak percaya kepada kekuasaan,” katanya.
Nining juga menyebut saat ini serikat buruh dan aliansi kemasyarakatan lain belum berencana akan melakukan uji materi (judicial review/JR) UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Apalagi kata dia, bentuk fisik dan nomor undang-undang pun hingga kini belum menemui kejelasan.
Pihaknya tak ingin terjebak dalam aturan konstitusional yang justru bisa menjebak masyarakat ini.
“Kami tidak akan menempuh JR, tapi kami akan memaksa agar pembatalan undang-undang ini berjalan,” ujarnya.
Terpisah, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto menegaskan aparat kepolisian akan melarang setiap aksi unjuk rasa digelar di depan Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Hal itu dilakukan usai unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja di sekitar istana pada Kamis (8/10/20) kemarin berakhir ricuh dan bentrok.
“Aksi akhir-akhir ini memang tidak diizinkan di depan istana. Kami memang tetap memberikan wadah menyampaikan aspirasi tapi tak di depan Istana karena situasinya sedang berbeda mengingat kejadian kemarin,” kata Heru kepada wartawan di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10/20).
Ia mengatakan, aksi demo hanya akan diperbolehkan di sekitar wilayah patung Arjuna Wiwaha atau di depan Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Baca Juga :
Sebagai informasi, demo penolakan omnibus law Ciptaker berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia sejak undang-undang itu disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Senin sore (5/10/20).
Pada 5-7 Oktober 2020, kepolisian berhasil menyekat massa aksi sehingga tidak melakukan unjuk rasa di kawasan ibu kota RI tersebut. Namun, pada Kamis (8/10/20), massa tak terbendung dan berupaya mendekati Istana Kepresidenan–setidaknya dari dua arah yakni dari arah kawasan Simpang Harmoni dan dari arah Thamrin.
Aksi pada Kamis itu pun berlangsung ricuh dan mengakibatkan bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian. Presiden Jokowi sendiri saat hari itu tak berada di Jakarta karena sedang melakukan kunjungan kerja meninjau food estate di Kalimantan Tengah.
Sementara itu, DPR sendiri tengah masa reses hingga 8 November mendatang, namun penjagaan polisi atas kawasan komplek parlemen pun tak diperlonggar justru diperketat pada hari itu.
*****
Sumber : CNNIndonesia.com