

Barakata.id, Jakarta – Buronan terpidana percobaan pembunuhan Hendra Subrata (81) alias Anyi, diterbangkan ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 837, berangkat dari Singapura pukul 18.45 waktu setempat.
Pesawat yang membawa buronan Kejaksaam Negeri Jakarta Barat itu mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu (26/6/2021) sekitar pukul 19.40 WIB, setelah 10 tahun melarikan diri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan Hendra Subrata alias Anyi adalah buronan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Hendra Subrata alias Anyi terdeteksi di Singapura saat hendak memperpanjang paspor pada Februari 2021 di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura.
Baca juga:
“Ditemukan terpidana menggunakan identitas atas nama Endang Rifai oleh atase keimigrasian KBRI Singapura dan mencurigai ada pembedaan identitas dari terpidana,” ungkap Leonard.
Perubahan identitas Hendra Subrata inilah yang menyebabkan proses deportasi-nya berbeda dengan Adelin Lis. Adelin Lis dikategorikan sebagai buronan tingkat tinggi, ditangkap oleh Imigrasi Singapura karena menggunakan paspor palsu atas nama Hendro Leonardi.
Kemudian, lanjut Leonard, dalam proses hukum terpidana Adelin Lis didampingi oleh pengacara dilaksanakan persidangan dengan Jaksa Singapura, kalau Hendra Subrata tidak ada masalah hukum di Singapura.
Hendra terbukti bersalah melakukan percobaan pembunuhan terhadap rekan bisnisnya, Hermanto Wibowo, pada 2009. Perbuatan itu dilakukan Hendra di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Dia beberapa kali memukul Hermanto dengan barbel hingga tak sadarkan diri.
Atas perbuatannya itu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Hendra dengan hukuman empat tahun penjara pada 2010, dan dikukuhkan putusan Mahkamah Agung pada tahun yang sama.
Leonard menjelaskan, Hendra dituntut oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 20 Januari 2009 dengan tuntutan 7 tahun pidana.
Baca juga:
“Putusan PN tangal 26 Mei 2009, terpidana dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dijatuhkan pidana empat tahun penjara, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP,” lanjutnya.
Hendra Subrata mengajukan banding hingga peninjauan kembali atas vonis sebanyak 2 kali, tetapi ditolak.
“Saat keluar putusan Mahkamah Agung dan merubah status terpidana menjadi tahanan kota, terpidana sudah tidak berada di Indonesia,” jelasnya.
Polda Metro Jaya kemudian menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 28 September 2011.
Selama 10 tahun, Hendra lolos dari jeratan hukum Indonesia. Keberadaannya akhirnya terendus saat hendak memperpanjang paspor pada Februari 2021 di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura.
Kapuspenkum mengatakan, Hendra Subrata sebelumnya memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta, tempat tanggal lahir di Jakarta, 4 Mei 1940, beralamat di Jalan Kamboja No 1 RT 010/RW 001, Kelurahan Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat, agama Kristen, pekerjaan swasta, dengan nomor KTP 0952060405400033.
Pada saat mengurus perpanjangan paspor di KBRI Singapura ditemukan kecurigaan, Hendra menggunakan KTP atas nama Endang Rifai yang dikeluarkan oleh Provinsi Banten, tepatnya Kabupaten Tangerang.
Perbedaannya dalam KTP Provinsi Banten, kata Leonard, nama yang bersangkutan adalah Endang Rifai yang semula Hendra Subrata, tempat lahir yang semula di Jakarta, di dalam KTP Provinsi Banten lahir di Tangerang tanggal 6 Juni 1948 dan agama yang semula beragama kristen, di KTP Provinsi Banten beragama Islam, dengan nomor KTP tercatat 3603230605480001.
Baca juga:
Pada 17 Februari 2021, Hendra mendatangi KBRI di Singapura untuk memperpanjang paspor. Pada saat itu, dia telah mengganti identitasnya dengan menggunakan paspor atas nama Endang Rifai.
Atase Imigrasi mengatakan, Hendra gelisah dan marah karena merasa proses wawancara paspornya lama, dan ingin cepat selesai karena harus menjaga istrinya yang sakit di rumah.
Ketika petugas Atase Imigrasi menanyakan siapa nama istrinya, Hendra menyebut nama Linawaty Widjaja. Dari penelusuran petugas Atase Imigrasi memang didapati nama Linawaty Widjaja, tetapi nama suami yang dituliskan bukan Endang Rifai, melainkan Hendra Subrata.
Pengecekan ulang yang dilakukan Atase Imigrasi dan Atase Kepolisian dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kepolisian RI menemukan bahwa Endang Rifai adalah Hendra Subrata yang sudah masuk DPO selama 10 tahun.
Atase Imigrasi selanjutnya mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi perihal penundaan pelayanan penggantian paspor atas nama Endang Rifai pada 19 Februari 2021, sambil melakukan pendalaman terkait permohonan penggantian paspor tersebut.
Pada 22 Februari 2021 KBRI Singapura melalui Atase Imigrasi menarik paspor atas nama Endang Rifai. Atase Imigrasi kemudian menyampaikan laporan adanya orang yang memalsukan paspor kepada Immigration and Checkpoint Authority (ICA) Singapore, atas nama Endang Rifai pada 1 Maret 2021.
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMItel), Sunarta, menyebutkan deportasi Hendra Subrata terlaksana berkat kecermatan dan kesungguhan KBRI Singapura dalam menindaklanjuti kecurigaan dan temuan fungsi imigrasi KBRI Singapura mengenai identifas paspor warga negara Indonesia atas nama Endang Rifai dan kesamaannya dengan data WNI atas nama Hendra Subrata.
Baca juga:
“Kerja sama lingkup internal yang efektif dan pelaksanaan koordinasi dengan Dirjen Imigrasi, Kejagung dan Mabes Polri serta masing-masing fungsi Atase yang berjalan lancar membuat identifikasi dan pemulangan tersebut menjadi lebih mudah,” jelas Sunarta.
Terpidana Hendra Subrata langsung dibawa ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya menjalani eksekusi badan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sebelumnya menjalani pemeriksaan kesehatan dan isolasi sesuai protokol kesehatan Covid-19. Pemulangan Hendra Subrata mendapat perlakuan khusus karena usianya yang sudah sepuh.
*****
Editor: Ali Mhd
Sumber: Kompas.com/JPNN.com