

Barakata.id, Bintan- Budidaya ikan di Desa Pangkil Kabupaten Bintan diharapkan dapat menjadi embrio kebangkitan budidaya perikanan di Kepri.
Budidaya perikanan yang dilakukan di Desa Pangkil ini dilakukan dengan model kelong apung. Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengatakan, kelong apung tersebut untuk skala Kementerian mungkin merupakan budidaya skala kecil.
alaupun mungkin untuk skala Kementerian, kelong apung tersebut merupakan budidaya kecil.
Baca Juga:
- Budidayakan Rumput Laut, Amat Belanda Jadi Kampung Tangguh
- Pemprov Kepri Maksimalkan Potensi Maritim untuk Dongkrak PAD
“Namun kita berharap apa yang dilakukan anak-anak muda di sini menjadi embrio dan pemicu untuk daerah lain,” ujarnya, saat ikut panen dan tebar benih ikan bersama Dirjen Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan di Desa Pangkil Kabupaten Bintan, Jumat (12/11/21) dikutip dari kepriprov.go.id.
Selama ini, potensi perikanan di Kepri identik dengan ground fishing (perikanan tangkap). Padahal potensi perikanana budidaya ini juga besar. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemanfaatan budidaya perikanan ke depan lebih optimal.
Ansar melihat potensi Kepri dalam satu tahun ada 1,1 juta ton ikan. Tetapi baru bisa dimanfaatkan sebesar 33 persen.
“Maka karena urusan ini bukan urusan pembiayaan yang kecil, kita akan komunikasi dengan pemerintah pusat, KKP dan juga Kabupaten Kota se-Kepri untuk membahas bersama bagaimana mengoptimalisasi ini,” ujarnya.
Ansar mengapresiasi kehadiran budidaya ikan di Desa Pangkil yang dikelola oleh pemuda ini sudah berwadah koperasi yang bebadan hukum. Diakuinya, mengelola koperasi seperti itu bukanlah hal mudah.
“Tapi ini mereka sudah baik pengelolaannya. Saya kira kita tinggal berpikir bagaimana mengembangkan ini dan juga meluaskannya di beberapa desa atau pulau yang lain di Kepri,” ujarnya.
Ke depan, pihaknya akan membentuk tim bersama Dirjen Perikanan Budidaya untuk membahas lebih lanjut pengelolaan perikanan di Kepri. Apalagi selama ini disampaikan potensi perikanan Kepri sangat besar. Sedangkan optimalisasinya belum terjangkau.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Tubagus Haeru Rahayu mengatakan, Kementerian tidak melihat suatu budidaya dari ukurannya, namun yang dilihat adalah bagaimana dari yang kecil ini bisa berkembang.
Tubagus menjelaskan, produk Kementerian KKP di pusat bukanlah ikan. Namun kebijakan. Oleh karena itu kebijakan yang diambil harus selaras dengan yang diinginkan masyarakat.
“Setiap kebijakan yang dikeluarkan, prioritas utamanya adalah ekologi, untuk keberlanjutan di masa depan. Supaya anak cucu kita masih dapat menikmati sumber daya alam” ujarnya.
Setelah ekologi, baru kemudian ekonomi. Karena jika hanya ekologi saja tanpa ekonomi maka tidak akan tercapai kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya jika hanya ekonomi saja tanpa ekologi, maka generasi penerus tidak akan dapat menikmati ini semua.
Memasuki era revolusi industri 4.0, harus pula disinergikan antara ekologi, ekonomi dan inovasi teknologi.
Baca Juga:
- Nilai Ekspor Perikanan Batam Capai Rp187,8 Miliar
- DJBC Kepri Amankan 12.500 Ekor Benih Lobster Rp 1,5 M di Perairan Batam
“Jika ketiganya dipadukan maka blue economy akan dapat dicapai dalam waktu singkat,” ujar Tubagus.
Menurut dia, saat ini adalah waktu yang tepat membangunkan raksasa tidur yaitu budidaya. Apalagi potensinya sangat besar, yaitu 16 persen dari total 1,33 triliun dolar AS.
“Salah satunya ini sudah dimulai dari Kepri (Pulau Pangkil). Mudah-mudahan ini menjadi pemicu dan provokator positif untuk kelompok-kelompok yang lain,” harapnya. (asrul)