

Barakata.id, Batam – Kebijakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly melepas napi melalui program asimilasi dan integrasi digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta. Kebijakan Yasonna itu dianggap telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang saat ini sedang menghadapi wabah virus corona (Covid-19).
Penggugat adalah kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah aktivis hukum. Gugatan tersebut didaftarkan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.
“Untuk mengembalikan rasa aman. Kami meminta menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi dan psikotest secara ketat jika hendak melakukan kebijakan asimilasi lagi,” kata Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman melalui keterangan resmi, Minggu (26/4/20).
Baca Juga :
38.822 Napi Sudah Dibebaskan karena Corona
Menurutnya, meski tak semua napi yang dilepas lewat program asimilasi dan integrasi itu kembali melakukan kejahatan, tapi masih terdapat segelintir pihak yang kembali melakukan aksinya (residivis) usai dibebaskan.
Dengan pertimbangan itu, mereka pun menggugat Kepala Rutan Surakarta, kemudian Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah, dan juga terakhir Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Menurut Boyamin Saiman, seharusnya terdapat alasan-alasan dan juga syarat kuat untuk melepaskan narapidana melalui program asimilasi itu. Misalnya, kata dia, narapidana berkelakuan baik berdasar pada catatan selama di lapas.
“Tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas (register F), kemudian bikin surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi,” kata dia.
Baca Juga :
Takut Corona, Ratusan Napi Mengamuk di Lapas Tuminting, Satu Tertembak
Menurut Boyamin, para tergugat telah salah karena tidak menerapkan syarat-syarat tersebut secara mendalam, tanpa meneliti watak narapidana dengan psikotes sehingga narapidana kembali melakukan kejahatan lagi saat dibebaskan.
Dalam petitumnya, Boyamin mengatakan bahwa penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan program asimilasi yang telah disetujui oleh Menkumham RI itu dilakukan secara tidak memenuhi syarat sehingga merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
Ia menjelaskan bahwa gugatan itu didaftarkan secara online mengingat keadaan pandemi covid-19 saat ini. Pihaknya pun telah melunasi pembayaran untuk pendaftaran gugatan perkara itu.
Baca Juga :
Pasien Sembuh Corona di Indonesia, Mulai 15-21 April 2020
Meski demikian, hingga saat ini perkara tersebut belum teregister dalam nomor perkara yang dapat dilihat langsung oleh publik melalui laman https://sipp.pn-surakarta.go.id/.
“Belum dapat nomor perkara karena sistem online, mungkin baru Senin besok dapat nomor perkaranya,” kata dia.
Untuk diketahui, hingga Senin (20/4/20) lalu, Kemenkumham telah membebaskan 38.822 napi, termasuk anak binaan melalui program asimilasi dan integrasi untuk mencegah penyebaran virus corona. Kebijakan itu diatur dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 1 April 2020 lalu.
*****
Sumber : CNN Indonesia